Psikoterapi
(Analisis Transaksional)
Pengantar
Teori analisis transaksional merupakan
karya besar Eric Berne (1964), yang ditulisnya dalam buku Games People
Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme.
Teori analisis transaksional merupakan teori terapi yang sangat populer dan
digunakan dalam konsultasi pada hampir semua bidang ilmu-ilmu perilaku. Teori
analisis transaksional telah menjadi salah satu teori komunikasi antar pribadi
yang mendasar.
Analisis Transaksional berakar dalam
suatu filsafat anti deterministik yang memandang bahwa kehidupan manusia
bukanlah suatu yang sudah ditentukan. Analisis Transaksional didasarkan pada
asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa
lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan
kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini
bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi
persoalan-persoalan hidupnya. Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu
pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat
dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan
kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui
perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien,
juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang
diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk
membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
Konsep Utama
Pandangan
tentang sifat manusia
AT adalah berakar pada suatu filsafat
yang anti deterministik serta menekan bahwa manusia sanggup melampaui
pengkondisian dan pemrograman awal. Disamping itu, AT berpijak pada
asumsi-asumsi bahwa orang sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya dan
bahwa orang mampu memilih untuk memutuskan ulang. AT meletakkan kepercayaan
pada kesanggupan individu untuk tampil di luar pola-pola kebiasaan dan menyeleksi
tujuan-tujuan dan tingkah laku baru. Hal ini tidak menyeretkan orang terbebas
dari pengaruh kekuatan-kekuatan sosial, juga tidak berarti bahwa orang-orang
sampai pada putusan-putusan hidupnya yang penting sepenuhnya oleh dirinya
sendiri. Bagaimanapun, orang-orang dipengaruhi oleh harapan –harapan dan
tuntutan dari orang-orang lain yang berarti, dan putusan-putusan dirinya pun
dibuat ketika hidup mereka sangat bergantung oleh orang lain. Akan tetapi,
putusan itu bisa ditijau dan ditantang serta jika putusan-putusan dini tersebut
tidak baik lagi, bisa dibuat keputusan baru.
Perwakilan Ego
Analisis transaksional (AT) adalah sistem terapi yang berlandaskan teori
kepribadian yang mengunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang
terpisah, yaitu orang tua, orang dewasa dan anak.
Ego orang tua adalah bagian kepribadian
yang merupakan introyeksi dari orang tua atau dari subsitut orang tua. Jika ego
orang tua itu dialami kembali oleh kita, maka apa yang dibayangkan oleh kita
adalah perasaan-perasaan orang tua kita dalam suatu situasi, atau kita merasa
dan bertindak terhadap orang lain dengan cara yang sama dengan perasaan dan
tindakan orang tua kita terhadap kita. Ego orang tua berisi perintah-perintah “
harus” dan “ semestinya” .
Ego orang dewasa adalah pengolah data
dan informasi yang merupakan bagian objektif dari kepribadian, juga menjadi
bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang sedang terjadi. Dia tidak
emosional dan tidak menghakimi, tetapi menangani fakta-fakta dan kenyataan
eksternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa menghasilkan
kepecahan yang paling baik bagi masalah tertentu.
Ego anak adalah berisi
perasaan-perasaan, dorongan-dorongan, dan tindakan-tindakan spontan. “anak”
yang ada dalam diri kita bisa berupa “anak alamiah”, “profesor cilik”, atau
berupa “ anak yang disesuaikan”. Anak alamiah adalah anak yang impulsif, tak
terlatih, spontan, dan ekspresif. Preofesor cilik adalah kearifan yang asli
dari seseorang anak. Dia memanipulatif dan kreatif. Dia adalah bagian dari ego
anak yang intuitif, bagian yang bermain diatas firasat-firasat. Anak-anak yang
disesuaikan menunjukkan suatu modifikasi dari anak alamiah.
Modifikasi-modifikasi dihasilkan oleh pengalaman-pengalam traumatik, tuntutan
latihan dan ketepatan tentang bagaimana caranya memperoleh belaian.
Tujuan-Tujuan Terapi
Transaksional
Tujuan dasar analisis transaksional
adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut
tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien
agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh
putusan-putusan dini mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap
cara-cara hidup yang mandul dan deterministik.
Fungsi dan peran
Terapis
Analisis Transaksional dirancang untuk
memperoleh pemahaman emisonal maupun pemahaman intelektual. Akan tetapi, dengan
berfokus pada aspek-aspek rasional, peran terapis sebagian besar adalah
memberikan perhatian pada masalah-masalah emosional. Harris (dalam Corey, 1995)
melihat peran terapis sebagai seorang guru, pelatih, dan narasumber dengan
penekanan kuat pada keterlibatan. Terapis membantu klien dalam menemukan
kondisi-kondisi masa lampau yang merugikan menyebabkan klien membuat
putusan-putusan dini tertentu, memungut rencana-rencana hidup, dan
mengembangkan strategi-strategi yang telah digunakan dalam menghadapi orang
lain yang sekarang barangkali ingin dipertimbangkannya. Terapis membantu klien
memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif
guna menjalani kehidupan yang lebih otonom.
Kelebihan dan Kelemahan
Analisis Transaksional
Kelebihan terapi
Analisis Transaksional, yaitu:
a.
Punya pandangan optimis dan realistis tentang manusia.
b.
Penekanan waktu di sini dan sekarang (here and now).
c.
Mudah diobservasi.
d.
Meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Kelemahan terapi
Analisis Transaksional, yaitu:
a.
Kurang efisien terhadap kontrak treatment karena banyak klien yang beranggapan
jelek terhadap dirinya dan tidak realistis sehingga sulit tercapai kontrak
karena klien tidak dapat mengungkapkan tujuan apa yang ia inginkan.
b.
Subyektif dalam menafsirkan status ego.
Referensi:
Corey,
G. (2009). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Mappiare,
Andi. (2010). Pengantar Konseling dan psikoterapi, Jakarta: PT. Rajawali
Grafindo Persada.
Roberts, Albert R,
Gilbert J. Greene. 2008. Buku pintar pekerja sosial: social workers’ desk
reference. Jakarta : Gunung mulia
Nama : Tetty
Winda Siregar
NPM
: 18510932
Kelas
: 3PA05
Mata
Kuliah : Psikoterapi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar